MAKALAH AKUNTANSI KEUANGAN
Nama : Tabah
Giyan Pratiwi
NIM : 1716120022
KELAS : 6123F
JURUSAN : MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
PUTRA PERDANA INDONESIA
Citra Raya Utama
Barat No. 29 GriyaHarsa II Citra Raya, Cikupa Tangerang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat dan menyelesaikan tugas ini dalam
keadaan sehat-sehat wal’afiat.Semoga limpahan rahmat dan karunia-Nya selalu
dilimpahkan kepada kita, Amin. Tak lupa pula shalawat serta salam senantiasa
kita tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, Keluarga
beserta para Sahabatnya yang dengan gigih menyebarkan agama Islam ke penjuru
dunia.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah
Akuntansi keuangan. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya dan pada
khususnya juga pada teman-teman di STIE Putra Perdana Indonesia
Demikian makalah ini kami buat, kami sadar bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.Atas perhatian serta kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.
Tangerang,
10 Desember 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Di
era sekarang ini dengan semakin majunya perkembangan keuangan dan pesatnya
pertumbuhan teknologi, semakin membantu masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan memberikan alternatif alternatif yang menarik bagi
masyarakat yang memiliki kelebihan dana untuk menginvestasikan dananya dengan
harapa memperoleh keuntungan. Tidak hanya investor, bagi perusahaan dengan
majunya perkembangan keuangan dan teknologi ini dan bervariasinya market market
yang dapat digunakan untuk mencari modal seperti pasar modal, pasar uang.
Karena adanya pasar tersebut ini sangat menguntungkan bagi perusahaan juga
karena akan dengan mudah mendapatkan modal yang relatif besar tanpa harus
melewati persyaratan yang rumit seperti ketika meminjam dana melalui bank
karena harus melewati proses administrasi, adanya agunan dll. Dengan banyaknya
perusahaan yang mengeluarkan sekuritas guna memperoleh modal ini membuat
investor memperoleh kesempatan yang besar guna meneginvestasikan dananya ke
sekuritas ini, namun hal ini akan menjadi bahaya dan beresiko yang cukup besar
apabila investor tidak prudent dalam melakukan investasi.
Oleh
karena itu kita harus prudent dalam melakukan investasi agar dapat melakukan
investasi di sekuritas yang tepat di perusahaan, perbankan atau lembaga keuangan
yang mengeluarkan sekuritas agar terhindar atau meminimalisir terjadinya
kehilangan dana yang kita investasikan dan agar dana yang kita investasikan
dapat menghasilkan return yang maksimal. Maka kita perlu mengetahui dan
memahami analisis sekuritas agar dapat menganalisis sekuritas yang akan kita
investasikan bagi investor dan bagi perusahaan dengan adanya analisis sekuritas
ini dapat mengetahui apakah sekuritasnya dapat menghasilkan return atau
keuntungan yang maksimal atau tidak dan apakah menguntungkan atau malah
merugikan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas ini, maka dapat dirumuskan rumusan makalah ini
sebagai berikut :
1. Apa itu sekuritas dilutif dan laba
persaham?
2. Apa itu investasi?
3. Apa itu pendapatan?
4. Apa itu akuntansi PPH?
5. Apa itu imbalan kerja?
6. Apa itu akuntansi sewa?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen keuangan, namun selain
bertujuan memenuhi tugas mata kuliah juga memberikan pengetahuan agar lebih
memahami mengenai analisis sekuritas, dan dengan adanya analisis sekuritas ini
dapat membantu para investor dan perusahaan agar mendapatkan return yang
maksimal dan meminimalisir resiko.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sekuritas
Dilutif dan Laba Per-Saham
Sesuai dengan istilah “dilutif” yang berarti penurunan, sama hal-nya
dengan Sekuritas Dilutif yang dimana merupakan surat berharga yang dapat
dikonversikan menjadi saham biasa sehingga pada saat dikonversikan akan
memengaruhi jumlah saham yang beredar dan berdampak pada penurunan nilai Laba
Per Saham atau terdilusi. Lebih simpelnya bahwa dalam perhitungan laba per
saham komponen atas (Pembilang) yang merupakan Earning atau
Pendapatan sedangkan pada komponen bawah perhitungan EPS (Penyebut) yang merupakan Outstanding Common Stock atau
saham biasa yang beredar dimana jika semakin banyak jumlah saham yang beredar
dikerenakan adanya sekuritas dilutive maka akan berpotensi menurunkan nilai EPS
atau sering dikenal dengan istilah Laba Per Saham Dilusian. Berikut ilustrasi
terkait pengertian dari Sekuritas Dilusian.
Macam-macam Sekuritas Dilutif
Ada beberapa efek atau sekuritas yang digolongkan sebagai sekuritas
dilutif atau sekuritas yang berpotensi menurunkan nilai Laba Per Saham. Berikut
ini penjelasan mengenai macam-macam sekuritas dilutif yang gogo dapatkan dari
sumber terpercaya:
1.
Opsi Saham
Opsi
saham merupakan kontrak yang diterbitkan oleh investor untuk dijual kepada
investor lainnya dimana kontrak tersebut memberikan opsi/hak bagi penerimanya
untuk menjual/membeli suatu saham perusahaan (underlying stock) yang menjadi dasar perdagangan opsi
tersebut dalam jumlah dan pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya (exercise price), serta
berlaku dalam periode tertentu. Opsi saham dibagi atas dua jenis yaitu opsi
beli (call
option) dan
opsi jual (put option). Opsi menyebabkan jumlah saham perusahaan
yang beredar menjadi bertambah sehingga mendilusi Laba Per Saham.
2.
Waran Saham
Waran
saham merupakan opsi yang diberikan oleh perusahaan kepada pemilik waran untuk
membeli saham dengan harga tertentu dalam waktu tertentu.Perbedaan utama waran
saham dengan opsi saham adalah pihak yang mengeluarkannya dan jenisnya.Waran
dikeluarkan oleh perusahaan penerbit saham sedangkan opsi dikeluarkan oleh
investor.
3.
Obligasi Konversi
Obligasi
Konversi merupakan surat utang yang memberikan fitur opsi bagi pemegangnya
untuk mengonversikannya menjadi saham biasa perusahaan setelah, selama, atau
pada tanggal tertentu setelah surat utang dikeluarkan biasanya pada rasio
pertukaran yang sudah ditentukan terlebih dahulu pada penerbitan obligasi
tersebut. Sekuritas ini merupakan sekuritas hibrida yaitu suatu sekuritas yang
terdiri dari dua unsur yaitu utang dan ekuitas.Terdapat beberapa alasan bagi perusahaan
untuk mengeluarkan utang konversi.Pertama, meningkatkan permodalan perusahaan
dengan kemungkinan mengeluarkan saham dalam jumlah yang lebih kecil.Kedua,
fitur konversi yang melekat pada obligasi dapat berfungsi sebagai pemanis yang
berdampak pada tingginya permintaan atas obligasi tersebut dan turunnya biaya
modal dari pengeluaran obligasi tersebut.
Berikut
ilustrasi dari Obligasi Konversi :
4.
Saham Preferen Konversi
Saham
preferen merupakan saham yang memiliki keutamaan dalam pendistribusian laba.Sering
kali juga saham preferen memiliki fitur konversi atau dapat diubah menjadi
saham biasa.Saham Preferen Konversi adalah sekuritas saham utama yang mana
pemilik saham preferen dapat mengonversi menjadi saham biasa dalam jumlah yang
telah ditentukan sebelumnya.Berbeda dengan obligasi konversi yang mana utamanya
merupakan sekuritas utang dan opsi konversinya merupakan sekuritas ekuitas,
sekuritas saham preferen konversi secara prinsipnya merupakan sekuritas.Oleh
karena itu, perusahaan tetap memasukan kedua komponen tersebut dalam ekuitas
perusahaan.
5.
Kompensasi Berbasis Saham
Kompensasi
berbasis saham merupakan imbalan yang diberikan perusahaan pemaso barang atau
jasa yang dapat mencakup pihak karyawan dan non karyawan yang mana kompensasi
tersebut berbentuk saham atau pengakuan kewajiban yang jumlahnya ditentukan
berdasarkan pada harga saham atau instrumen ekuitas perusahaan.
Pada
prinsipnya dalam menghitung Laba Per Saham Dilusian, perlu dipahami bahwa
sekuritas dianggap dilutif bila dikonversi menjadi saham biasa, dapat
berpotensi menurunkan laba bersih per saham. Karena ada saatnya tidak dilakukan
perhitungan Laba Per Saham dilusian apabila efek berpotensi saham biasa yang
dimiliki perusahaan bersifat antidilutif. Maksudnya bahwa efek tersebut tidak berpotensi
menurunkan EPS atau bisa jadi malah menaikan nilai EPS.
a.
Laba Per Lembar Saham ( Earning Per Share/EPS
)
Earning
Per Share (EPS) merupakan komponen penting pertama yang harus diperhatikan
dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan
besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang
saham perusahaan. EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar
keuntungan(return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar
saham (Tjiptono dan Hendry, 2001 : 139).
Pada
umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang
saham sangat tertarik pada Earning Per Share (EPS), karena hal
ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham
biasa dan menggambarkan prospekearningperusahaan. di masa depan.
Para
calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang
besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu
perusahaan (Lukman Syamsudin, 1992 : 66). Secara singkat dapat peneliti
simpulkan bahwa semakin tinggi nilai EPS tentu saja akan menyenangkan
pemegang saham, karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang
saham.
Besarnya Earning
Per Share (EPS) suatu perusahaan. bisa diketahui dari informasi
laporan keuangan perusahaan langsung atau dapat dihitung
berdasarkan laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan.
Earning
per share atau laba per lembar saham adalah suatu analisis yang penting di
dalam laporan keuangan perusahaan.Earning per share memberikan informasi kepada
para pihak luar (ekstern) seberapa jauh kemampuan perusahaam menghasilkan laba
untuk tiap lembar yang beredar.
Pada
umumnya dalam menanamkan modalnya investor mengharapkan manfaat yang akan
dihasilkan dalam bentuk laba per lembar saham (EPS). Sedangkan jumlah laba per
lembar saham (EPS) yang didistribusikan kepada para investor tergantung pada
kebijakan perusahaan dalam hal pembayaran deviden. Laba per lembar saham (EPS)
dapat menunjukan tingkat kesejahteraan perusahaan, jadi apabila laba per lembar
saham (EPS) yang dibagikan kepada para investor tinggi maka menandakan bahwa
perusahaan tersebut mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang baik kepada
pemegang saham, sedangkan laba per lembar saham (EPS) yang dibagikan rendah
maka menandakan bahwa perusahaan tersebut gagal memberikan kemanfaatan
sebagaimana diharapkan oleh pemegang saham.
B.
Investasi
Kata
investasi merupakan adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai
kata dasar dari investment memiliki
arti menanam. Dalam Webster’s New Collegiate
Dictionary, kata invest
didefinisikan sebagai to make use of for
future benefits or advantage and to commit (money) in order to earn a financial
return. Menurut Salim dan Budi Sutrisno, investasi adalah penanaman modal
yang dilakukan oleh investor, baik investor luar negeri (asing) maupun dalam
negeri (domesik) dalam berbagai bidang usaha
yang terbuka untuk invetasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
Sedangkan menurut A. Abdurrahman, mengemukakan investment (investasi) mempunyai
dua makna yaitupertama : investasi
berarti pembelian saham, obligasi dan benda-benda tidak bergerak, setelah
diadakan analisis akan menjamin modal yang diletakkan dan memberikan hasil yang
memuaskan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan investasi dengan spekulasi.Kedua, dalam teori ekonomi, investasi
berarti pembelian alat produksi (termasuk didalamnya benda-benda untuk dijual)
dengan modal berupa uang.
Investasi pada umumnya
merupakan suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan
keuangan dan ekonomi, to use (money) make
more money out of something that expected to increase in value. Istilah
tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan
mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai
penanaman modal.[1][1]
1.
Tujuan Investasi
2.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang
melakukan investasi. Kamaruddin Ahmad, mengemukakan tiga alasan sehingga banyak
orang melakukan investasi, yaitu:[2][2]
a.
Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak
dimasa mendatang.
Seseorang
yang bijaksana akan berfikir bagaimana cara meningkatkan taraf hidupnya dari
waktu ke waktu atau setidak-tidaknya bagaimana berusaha unuk mempertahankan
tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang dimasa yang akan
datang.
b.
Mengurangi tekanan inflasi
Dengan
melakukan investasi dalam memilih perusahaan atau objek lain, seseorang dapat
menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya
karena di gerogoti oleh inflasi.
c.
Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa
negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya
investasi di masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang di berikan kepada
masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
Selain
itu, orang melakukan investasi karena dipicu oleh kebutuhan akan masa depan.
Tetapi sangat disayangkan, banyak orang belum memikirkan kebutuhan akan masa
depannya. Padahal semakin ke depan, biaya hidup seseorang pasti akan semakin
bertambah. Selain kebutuhan akan masa depan, orang melakukan investasi dipicu oleh
banyaknya ketidakpastian atau hal-hal lain yang tidak terduga dalam hidup,
misalnya keterbatasan dana, kondisi kesehatan, datangnya musibah secara
tiba-tiba dan kondisi pasar investasi.
3.
Tahapan Pengambilan
Keputusan Investasi
Menurut
Sharpe (1995), pada dasarnya ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan
investasi antara lain :
a.
Menentukan kebijakan investasi
Pada
tahap ini, investor menentukan tujuan investasi
dan kemampuan/ kekayaannya yang dapat diinvestasikan. Dikarekan ada
hubungan positif antara resiko dan return, maka hal yang tepat bagi para
investor untuk menyatakan tujuan investasinya tidak hanya untuk memperoleh
banyak keuntungan saja, tetapi juga memahami bahwa ada kemungkinan resiko yang
berpotensi menyebabkan kerugian.Jadi, tujuan investasi harus dinyatakan baik
dalam keuntungan maupun resiko.
b.
Analisis sekuritas
Pada
tahap ini berarti melakukan analisis sekuritas yang meliputi penilaian terhadap
sekuritas secara individual atau beberapa kelompok sekuritas. Salah satu
tujuannya melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas
yang salah harga (mispriced).
c.
Pembentukan portofolio
Pada
tahap ketiga ini adalah membentuk portofolio yang melibatkan identifikasi aset
khusus mana yang akan diinvestasikan dan juga menentukan seberapa besar
investasi pada tiap aset tersebut. Disini masalah selektivitas, penentuan
waktu, dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor.
Dalam
investasi, investor sering melakukan diversifikasi dengan mengombinasikan
berbagai sekuritas dalam investasi mereka dengan kata lain investor membentuk
portofolio. Selektivitas juga disebut sebagai microforecasting memfokuskan pada peramalan pergerakan harga setiap
sekuritas.Penentuan waktu juga disebut macroforecasting
yang memfokuskan pada peramalan pergerakan harga saham biasa relative terhadap
sekuritas pendapatan tetap, misal obligasi perusahaan.Sedangkan diversifikasi
meliputi konstruksi portofolio sedemikian rupa sehingga meminimalkan risiko
dengan memerhatikan batasan tertentu.
d.
Melakukan revisi portofolio
Pada
tahap ini, berkenaan dengan pengulangan secara periodik dari tiga langkah
sebelumnya.Sejalan dengan waktu, investor mungkin merubah tujuan investasinya
yaitu mementuk portofolio baru yang lebih optimal. Motivasi lainnya disesuaikan
dengan preferensi investor tentang resiko dan return itu sendiri.
e.
Evaluasi kinerja portofolio
Pada
tahap terakhir ini, investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio
secara periodic dalam arti tidak hanya return
yang diperhatikan tetapi juga resiko yang dihadapi. Jadi, diperlukan ukuran
yang tepat tentang return dan resiko
juga standar yang relevan.
4.
Jenis-jenis Investasi
a.
Investasi berdasarkan asetnya
Investasi
ini merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya.
Investasi ini dibagi menjadi dua jenis yatu pertama,
real asset merupakan investasi yang
berwujud seperti gedung-gedung dan kendaraan; kedua, financial asset
yaitu berupa dokumen (surat-surat berharga) yang diperdagangkan dipasar uang
seperti deposito,commercial paper,
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dan sebagainya. Financial accets juga diperdagangkan dipasar modal seperti
saham,obligasi,warrant,opsi dn sebagainya.
b.
Invetasi berdasarkan pengaruh
Invetasi
model ini merupakan investasi yang berdasarkan pada factor dan keadaan yang
mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Invetasi
berdasatkan pengaruh dibagi menjadi dua yaitu pertama, investasi autonomous
(berdiri sendiri), yaitu invetasi yang tidak dipengaruhi tingkat
pendapatan,bersifat spekulatif,misalnya pembelian surat-surat berharga; kedua, investasi induced(mempengaruhi-menyebabkan), yakni investasi yang dipegaruh
oleh kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan misalnya
penghasilan transitori (penghasilan yang didapat selain dari bekerja),yaitu
bungan tabungan dan sebagainya.
c.
Investasi berdasarkan sumber pembiayaan
Investasi ini berdasarkan
kepada pembiayaa asal atau asal usul investasi itu memperoleh dana. Invetasi
ini dibagi menjadi dua macam: pertama,investasi
yang bersumber dari dana dalam negeri (PMDN), investornya dari dalam negeri : kedua, investasi yang bersumber dari
modal asing ,pembiayaan investasi bersumber dari investor asing.
d.
Investasi berdasarkan bentuk
Investasi yang didasarkan
pada cara menanamkan investasinya. Investasi modal ini dibagi menjadi dua
bentuk yaitu pertama, investasi
lansung dilaksanakan oleh pemiliknya sendiri,seperti membangun pabrik,
membangun gedung selaku konraktor, membeli total, atau mengakuisi perusahaan; kedua, investasi tidak langsung yang
disebut dengan investasi portofilio,investasi tidak langsung dilakukan melalui
pasar modal dengan instrument surat – surat berharga seperti
saham,obligasi,reksadana beserta turunannya.
Investasi berdasarkan waktu
dibagi dua, yaitu: investasi berdasarkan jangka pendek dan investasi
berdasarkan jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan penanaman modal
oleh seseorang yang jangka waktunya
relative pendek misalnya setahun, atau dua tahun. Contohnya tabungan di Bank,
deposito, instrument pasar uang, dll.Sedangkan investasi jangka panjang adalah
penanaman atau penyertaan sebagian kekayaan suatu perusahaan dengan maksud
untuk meperoleh pendapatan tetap dan untuk menguasai atau mengendalikan
perusahaan tersebut dengan waktu 5 tahun dan seterusnya.Contohnya, saham,
reksadana, obligasi, emas batangan, properti, barang koleksi, dll
5.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat investasi
a. Tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected
rate of return).
Kemampuan perusahaan
menentukan tingkat investasi yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh kondisi
internal dan external perusahaan.
b.
Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal adalah
factor-faktor yang berada dibawah control perusahaan, misalnya tingkat
efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan. Ketiga aspek tersebut
berhubungan positif dengan tingkat pengembalian yang diharapkan
c.
Kondisi eksternal perusahaan
Kondisi eksternal yang
perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi terutama
adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestic
maupun internasional.
Selain pekiraan kondisi
ekonomi, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga dapat menentukan tingkat
investasi. Kebijakan menaikan pajak, misalnya diperkirakan akanmenurunkan
tingkat permintaan akan agregat. Akibatnya tingkat investasi akan menurun.
Faktor sosial politik juga menentukan gairah investasi, juga sosial politik
makin stabil maka investasi umumnya juga meningkat.Demikian pula factor
keamanan (Kondisi keamanan Negara).
6.
Biaya investasi
Biaya perolehan suatu
investasi mencangkup biaya perolehan lain disamping harga beli, seperti komisi
broker, jasa bank, dan pemungutan oleh bursa efek. Yang paling menentukan biaya
investasi adalah tingkat bunga dan pinjaman, makin tinggi tingkat bunganya maka
biaya investasi makin mahal.Akibatnya minat berinvestasi semakin menurun.
Namun tidak jarang,
walaupun tingat bunga pinjaman rendah permintaan akan investasi tetap rendah.
Hal ini disebabkan biaya total investasi masih tinggi. Faktor yang mempengaruhi
terutama adalah masalah kelembagaan.Misalnya, prosedur izin investasi yang
berbelit-belit dan lama (>3 tahun), menyebabkan biaya ekonomi dengan
memperhitungkan nilai waktu uang dari investasi makin mahal.Demikian halnya
dengan keberadaan dan efesiensi lembaga keuangan, tingkat kepastian hukum,
stabilitas politik, dan keadaan keamanan.
7.
Marginal
Efficiency Of Capital (MEC), tingkat bunga, dan Marginal Efficiency of Investment(MEI)
a. Marginal Efficiency Of Capital (MEC),
investasi, dan tingkat bunga,
Yang dimaksud efficiency of capital (MEC) atau
efisiensi modal marginal (EMM) adalah tingkat pengembalian yang diharapkan dari
setiap tambahan barang modal.
b.
Marginal
Efficiency Of Capital (MEC)Idan Marginal Efficiency of Investment(MEI).
Sama
halnya dengan kurva permintaan akan investasi, kurva MEC secara nasional secara
dapat diturunkan dengan menjumlahkan secara horizontal kurva-kurva MEC dari
perusahaan-perusahaan yang ada dalam perokonomian, tetapi ada beberapa ekonomi
yang tidak sependapat dengan cara penurunan kurva MEC. Padahal jika permintaan
barang akan modal secara nasional meningkat, logikanya tingkat bunga akan naik.
Akibatnya kenaikan permintaan akan investasi tidak sebesar kurva MEC. Kurva
yang lebih relevan adalah kurva yang marginal
efficiency of investment (MEI).
C.
Pendapatan
1. Pengertian Pendapatan
Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian
usaha. Budiono (1992 : 180) mengemukkan bahwa pendapatan adalah hasil dari
penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi.
Sedangkan menurut Winardi (1992 : 171) pendapatan adalah
hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan
faktor-faktor produksi.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu.
2. Jenis-Jenis Pendapatan
Jenis-Jenis Pendapatan Bank diantaranya :
• Pendapatan
Operasional
v Pendapatan bunga debitur
v Pendapatan komisi dan provisi
v Pendapatan atas transaksi valuta asing
v Pendapatan Operasional lain ( mis. Deviden, L/R
penjualan surat berharga)
• Pendapatan Non
Operasional
v Pendapatan dari penjualan aktiva tetap
v Pendapatan dari penyewaan fasilitas gedung yang dimiliki
oleh bank
• Pendapatan Luar Biasa
Pendapatan
yang memenuhi kriteria bersifat tidak normal dan tidak sering terjadiPernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (2004 : 23.1) membagi pendapatan menjadi tiga jenis
yaitu :
a) Penjualan barang
Barang,
meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli
pengecer atau tanah dan properti lain yang dibeli untuk dijual kembali
b) Penjualan jasa
Penjualan
jasa, biasanya menyangkut pelaksanaan tugas secara kontraktual telah disepakati
untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu yang disepakati oleh perusahaan.
Jasa dapat diserahkan selama satu periode atau lebih dari satu periode.
c)Penggunaan aktiva
perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain menimbulkan
pendapatan dalam bentuk :
a)
Bunga-pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau jumlah terhutang
kepada perusahaan;
b)
Royalti-pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan, misalnya
paten, merk dagang, hak cipta, perangkat lunak komputer;
c)
Dividen-distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan
proporsi mereka dari jenis modal tertentu.
3.
Pedoman Pengakuan Pendapatan
Prinsip pengakuan pendapatan menetapkan bahwa pendapatan diakui pada saat:
1. Direalisasikan bila
barang-barang dan jasa-jasa dipertukarkan dengan kas atau
klaim atas kas (p
iutang).
2. Dapat direalisasikan
bila aktiva yang diterima segera dapat dikonversikan pada
jumlah kas atau klaim atas kas yang diketahui.
3. Dihasilkan , bila
kesatuan itu sebagian besar telah menyelesaikan apa yang
seharusnya telah dilakukan agar berhak atas manfaat yang
diberikan pendapatan.
Sesuai dengan prinsip ini:
a.
Pendapatan
pada penjualan produk diakui pada saat penjualan atau pengiriman
barang kepada pembeli.
b.
Pendapatan
dari jasa, diakui pada saat jasa-jasa telah dilaksanakan dan dapat
ditagih.
c. Pendapatan dari
menyewakan aset, diakui saat aset telah digunakan, atau pada saat berlalunya
waktu sewa.
d. Pendapatan dari
penjualan aset selain produk, diakui saat penjualan.
Menurut Kieso (2002 :
114) pengakuan pendapatan diklasifikasikan menjadi dua metode menurut terjadi
tidaknya penerimaan atau pembayaran kas. Metode tersebut adalah akuntansi dasar
akrual (acrual basis) dan akuntansi dasar kas (cash basis).
1. Accrual Basis (Dasar
Akrual)
Metode dasar akrual adalah dimana pendapatan diakui pada
saat periode terjadinya transaksi pendapatan, pengaruh transaksi dan peristiwa
lain diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas diterima. Pengakuan
pendapatan berdasarkan metode accrual basis antara lain :
a. Selama kegiatan
produksi. Dalam hal sewa, bunga, dan komisi diakui sebagai pendapatan
berdasarkan perjanjian yang dibuat sebelumnya yang menetapkan kenaikan bertahap
dalam tagihan terhadap pelanggan.
b. Untuk kontrak jangka
panjang, pendapatan diakui berdasarkan kemajuan pekerjaan atau persentase
penyelesaian
c. Pendapatan dari Cost
Plus Fixed Fee Contract, yaitu kontrak yang dibuat berdasarkan kontrak fee yang
sudah tetap ditambah biaya – biaya tertentu.
d. Perubahan aset karena
pertumbuhan yang mengakibatkan bertambahnya pendapatan, seperti peternakan dan
hutan tanam industri untuk industri perkayuan.
2. Cash Basis (Dasar Kas)
Dasar kas adalah jika
pendapatan dan beban diakui berdasarkan penerimaan dan pengeluaran kas. Ini
berarti, pendapatan dari penjualan barang atau jasa hanya dapat diperhitungkan
pada saat tagihan langganan diterima. .
4. Penyimpanan
dari Dasar Penjualan
Ada tiga masalah yang
ditimbulkan dari pelaksanaan pengakuan pendapatan pada saat penjualan, yaitu :
1. Penjualan dengan persetujuan pembelian kembali
Bila
sebuah perusahaan menjual produknya dan setuju untuk membelinya kembali dalam
periode akuntansi selanjutnya, maka persetujuan pembelian kembali dilakukan
pada harga tertentu dan harga tersebut menutupi semua biaya persediaan ditambah
biaya penyimpanan yang berkaitan dengan persediaan dan kewajiban yang berkaitan
tetap ada di pembukuan penjual. Dengan kata lain tidak terjadi penjualan.
Contoh berikut ini diberikan untuk penyimpangan pengakuan pendapatan pada kasus
yang menyimpang dari aturan umum (general rule)
Bila
sebuah perusahaan menjual produk dalam suatu periode dan setuju untuk
membelinya kembali dalam periode akuntansi, perusahaan belum bisa di katakan
menjual produk, karena bila persetujuan pembelian kembali dilakukan pada harga
tertentu dan harga tersebut menutup semua biaya persediaan di tambah biaya
penyimpanan yang berkaitan, maka persediaan dan kewajiban yang berkaitan tetap
ada di pembukuan penjual.
2. Penjualan dimana terdapat retur
Ada tiga metode
pengakuan pendapatan alternatif pada penjual menghadapi resiko kepemilikan
dengan adanya retur, yaitu :
a) Tidak mencatat
penjualan sampai hak retur habis masa berlakunya
b) Mencatat penjualan,
tetapi menguranginya dengan taksiran retur mendatang
c) Mencatat penjualan
dan memperhitungkan retur sewaktu terjadinya.
3. Trade Loading dan Channel Stuffing
Merupakan keputusan dan
tindakan dari kebijakan manajemen dan pemasaran yang melambungkan penjualan,
mengganggu hasil operasi, dan menghias laporan keuangan. Pada akhir periode,
penyesuaian-penyesuaian akuntansi tidak dibuat untuk mengurangi dampak jenis penjualan
ini terhadap hasil operasi.
5. Aspek-Aspek
Penjualan
Jumlah penjualan atau
pendapatan selalu merupakan item terbesar pada laporan laba rugi. Pengetahuan
tentang aspek-aspek penjualan sangat penting, diantaranya:
1. Diskon penjualan
Potongan ini diberiakn
pada waktu penjualan atau pada saat pembayaran. Metode sederhana untuk
memberikan diskon adalah 2/10 n/30.
2. Pengembalian (retur)
Retur terjadi jika
barang rusak selama pengiriman, busuk atau tidak sempurna , pengiriman
kuantitas tidak benar atau tipe barang tidak benar.
3. Akuntansi untuk
piutang tak tertagih
4. Jaminan untuk
pelayanan atau penggantian
6. Pengakuan
dan Pengukuran Pendapatan Menurut PSAK Nomor 23
Dalam PSAK No. 23
tersebut ditetapkan kriteria-kriteria yang digunakan dalam menentukan saat yang
tepat untuk mengakui sebuah pendapatan. Kriteria pengakuan tersebut harus
diterapkan dalam akuntansi untuk pendapatan yang timbul dari transaksi dan
peristiwa ekonomi berikut ini :
1. Kriteria pendapatan untuk penjualan barang
Ketentuan PSAK No. 23 (2004 : 23.4) mengenai pengakuan
pendapatan atas transaksi penjualan barang sebagai berikut :
Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila
seluruh kondisi berikut dipenuhi:
a) Perusahaan telah
memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan
barang kepada pembeli;
b) Perusahaan tidak lagi
mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
c) Jumlah pendapatan
tersebut dapat diukur dengan andal;
d)
Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
e)
Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
dapat diukur dengan andal.
2. Kriteria pendapatan
untuk penjualan jasa
Ketentuan
PSAK No. 23 (2004 : 23.6) mengenai pengakuan pendapatan atas transaksi
penjualan jasa adalah sebagai berikut “bila suatu transaksi yang meliputi
penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan
transaksi tersebut harus diakui dengan acuan tingkat penyelesaian dari
transaksi pada tanggal neraca.”
Perusahaan
dapat menggunakan beberapa cara dalam mengukur secara andal tingkat
penyelesaian suatu transaksi jasa yang diberikan, antara lain survei pekerjaan
yang telah dilaksanakan, jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai
persentase dari total jasa yang harus dilakukan, proporsi biaya yang terjadi
hingga tanggal neraca dibagi estimasi total biaya transaksi tesebut.
3. Pengakuan pendapatan
untuk bunga, royalti, dan dividen
Ketentuan PSAK No. 23 (2004 : 23.8) mengenai pengakuan
pendapatan atas transaksi penjualan jasa adalah sebagai berikut :
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan
oleh pihak– pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen harus
diakui atas dasar :
a) Besar kemungkinan
manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan
b) Jumlah pendapatan
dapat diukur dengan andal
D.
Akuntansi
PPh
1. Sistematika
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenal
sebagai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.Supaya pajak
yang dipungut (pemajakan) oleh Negara dari rakyat tidak disamakan dengan
perampokan dan supaya pelaksanaan pemajakan tidak menimbulkan
kesewenang-wenangan, maka semua hal yang berkaitan dengan pemajakan harus
diatur dengan undang-undang pajak (Pasal 23 ayat 2 UUD 1945).Berkaitan dengan
Pajak Penghasilan (singkat resminya adalah PPh), segala sesuatu yang berkaitan
dengan pemajakan PPh juga harus diatur dengan undang-undang.Di Indonesia
undang-undang yang mengatur pemajakan PPh disebut Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini adalah:
1.
Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini hanya mengubah
satu dua pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
3.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No 9 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang ini mengubah cukup banyak
pasal dan ayat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1991.
4.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang No 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mengubah
sekitar 23 pasal dan ayat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan yang telah dua kali diubah tersebut.
Dalam praktek, demi kepraktisan, keempat Undang-Undang
tentang Pajak Penghasilan tersebut disatukan dalam satu naskah yang disebut
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU No 17 Tahun 2000.
Sistematika UU PPh terbaru terdiri dari 9 (sembilan)
bab dan 40 (empat puluh) pasal, yakni:
Bab I
tentang Ketentuan Umum ; hanya terdiri dari satu pasal, yaitu Pasal 1;
Bab II
tentang Subjek Pajak; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 2, 2A, 3;
Bab III
tentang Objek Pajak; terdiri dari sebelas pasal, yaitu Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 11A, 14, 15 (Pasal 12 dan 13 dihapus);
Bab IV
tentang Cara Menghitung Pajak; terdiri dari empat pasal, yaitu Pasal 16, 17,
18, 19;
Bab V
tentang Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan; terdiri dari tujuh pasal, yaitu
Pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26;
Bab VI
tentang Perhitungan Pajak pada Akhir Tahun; terdiri dari tiga pasal, yaitu
Pasal 28, 28A, 29 (Pasal 27, 30 dan 31 dihapus);
Bab VII
tentang Ketentuan Lain-lain; terdiri dari lima pasal, yaitu Pasal 31A, 31B,
31C, 32, 32A;
Bab VIII
tentang Ketentuan Peralihan; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 33, 33A, 34;
Bab IX
tentang Ketentuan Penutup; terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 35, II, III.
2. Jiwa Landasan
Utama Pajak Penghasilan
Bab I Pasal 1 UU PPh tentang ketentuan umum menyatakan
bahwa 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Wajib Pajak atas
penghasilan yang dityerima atau diperolehnya dalam tahun pajak.Ketentuan umum
tersebut merupakan ketentuan yang menjadi dasar dan yang menjiwai ketentuan
pada pasal-pasal berikutnya.
Konsep penting yang terdapat dalam
ketentuan umum Pasal 1 tersebut:
1.
Konsep 'Subjek Pajak' termasuk konsep 'Wajib Pajak',
2.
Konsep 'penghasilan yang diterima atau diperoleh' sebagai Objek Pajak,
3.
Konsep 'dikenakan', dan
4.
Konsep 'dalam tahun pajak'.
Konsep pertama, yaitu konsep Subjek Pajak dan Wajib
Pajak dijabarkan dalam Bab II UU PPh. Konsep 'penghasilan yang dirterima atau
diperoleh' sebagai Objek Pajak dijabarkan dalam Bab III.Sedangkan konsep
'dikenakan' dan Konsep 'dalam tahun pajak' dijabarkan pada Bab IV sampai Bab
VI.
Jiwa dari ketentuan Pasal I menyatakan bahwa Pajak
Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak langsung, yaitu jenis pajak yang
pengenaannya dilakukan secara periodik dan secara yuridis beban pajaknya tidak
boleh dialihkan kepada pihak lain selain pihak yang telah ditentukan dalam UU
PPh. Penggunaan frasa 'dalam tahun pajak' dalam ketentuan Pasal 1 tersebut
menunjukkan bahwa PPh dikenakan secara periodik setahun sekali, tidak secara
insidentil setiap kali terjadinya peristiwa penerimaan penghasilan. Pengenaan
PPh setiap periodik setahun sekali ini akan dibahas lebih mendalam di bab
mengenai mekanisme/prosedur pemajakan PPh.
Jiwa dari ketentuan Pasal 1 juga menunjukkan bahwa
Pajak Penghasilan termasuk dalam kelompok pajak subjektif, yaitu jenis pajak
yang terlebih dahulu menekankan Subjek Pajak baru kemusian Objek Pajak.
Perhatian cara perumusannya: 'Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh. Perumusannya tidak berbunyi:
'Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Subjek Pajak...'. Makna dari perumusan ini adalah bahwa- dalam
menentukan peristiwa atau transaksi atau kasus yang dikenai atau tidak dikenai
PPh dan jika dikenai PPh berapa besar PPh itu- yang lebih dahulu dianalisi
adalah Subjek Pajak PPh baru kemudian Objek Pajak PPh. Karena itu, dalam
membahas PPh, terlebih dahulu dibahas adalah Subjek Pajak PPh baru diikuti
Objek Pajak PPH, dan penghitungan besarnya PPh.
Untuk menentukan suatu kasus/peristiwa/transaski
dikenai PPh atau tidak, langkah pertama adalah menentukan pihak-pihak mana saja
yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski tersebut.Kemudian status Subjek
Pajak dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kasus/peristiwa/transaski
tersebut dianalisis. Untuk menjawab ini kita mulai dengan menganalisis cara
menentukan Subjek Pajak PPh menurut UU PPh.
3. Subjek Pajak
Penghasilan
Subjek Pajak Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu
yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk
dikenakan Pajak Penghasilan.Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia
mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Subjek Pajak
akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika Subjek Pajak telah
memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut Wajib
Pajak. Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP menyebutkan bahwa Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,
termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 20 08,
Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak
dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.
2.
Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris.Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak
Pengganti dimaksudkan agar penggenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3.
Subjek Pajak Badan.
Badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan
bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintahan, misalnya
lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk
memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam pergertian perkumpulan
termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan yang sama.
E.
Imbalan Kerja
1.
Gambaran Umum PSAK 24 (Imbalan Kerja)
PSAK 24 telah mengalami perubahan sesuai dengan
perkembangannya. Pada
awalnya
PSAK 24 mengatur mengenai akuntansi biaya manfaat pensiun. PSAK 24 denganruang
lingkup ini disahkan tanggal 7 September 1994. Jika dibandingan dengan PSAK
24(Revisi 2004), PSAK 24 versi tahun 1994 ini cakupannya lebih sempit, yaitu
hanyamengatur mengenai akuntansi dari akuntansi biaya manfaat pensiun. Sebagai
penekanan, PSAK 24 versi ini bukan mengatur mengenai dana pensiun, karena PSAK
yang mengaturmengenai akuntansi dana pensiun diatur dalam PSAK tersendiri,
yaitu PSAK 18 tentangakuntansi dana pensiun.
Di dalam perkembangannya, pada tanggal 24 Juni 2004
PSAK-24 telah berubah
menjadi PSAK-24 Revisi
tahun 2004 (PSAK 24 R2004). Berbeda dari versi sebelumnya,
PSAK 24 R2004 ini memiliki
cakupan yang lebih luas, yaitu tidak hanya mengatur
mengenai manfaat pensiun,
akan tetapi juga mengatur semua imbalan kerja yang berlaku
di perusahaan.
Pada tahun 2010 terkait dengan adanya isu kebijakan
akuntansi di Indonesia yang
akan mengikuti standart
international atau lebih disebut dengan konvergensi IFRS, PSAK
24 mengeluarkan versi terbaru, yaitu PSAK 24 (Revisi
2010) mengatur akuntansiimbalan
kerja
untuk entitas pemberi kerja. PSAK 24 (Revisi 2010) merevisi PSAK 24 sebelumnya
mengenai
Imbalan Kerja yang dikeluarkan tahun 2004. PSAK (Revisi 2010) diadopsi dari
IAS
19 Versi 1 Januari 2009 – koridor. Imbalan Kerja menurut PSAK 24 adalah seluruh
bentuk
pemberian dari entitas atas jasa yang diberikan oleh pekerja. PSAK 24 (Revisi
2010)
ini mulai berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah
tanggal 1Januari 2012
F.
Akuntansi Sewa
1.
Pengertian
Sewa
Pada
awalnya sewa lebih dikenal dengan istilah leasing,
leasing itu sendiri berasal dari kata
lease yang berarti sewa atau yang
lebih umum diartikan sebagai sewa–menyewa. Sewa-menyewa merupakan suatu
perjanjian dimana lessor memberikan
hak kepada lessee untuk menggunakan
suatu asset selama periode waktu yang telah disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau
serangkaian pembayaran kepada lessor (IAI:2009).
Dari
definisi tersebut memberikan pengertian yaitu perjanjian yang dibuat oleh kedua
belah pihak yaitu lessor (pemberi
sewa) dan lessee (penyewa) dimana
dalam perjanjian tersebut pihak lessor memberikan atau mengalihkan hak guna
atau hak pakai atas Aset yang dimilikinya baik itu berupa tanah, kendaraan,
peralatan maupun Aset lainya yang dapat disusutkan selama beberapa periode
tertentu kepada pihak lessee. Sebagai
balas jasa kepada pihak lessor dari
hak pakai terhadap Aset tersebut, lessee
dituntut untuk membayar sejumlah uang sewa atau kompensasi sesuai dengan
perjanjian yang dibuat diantara kedua belah pihak.Demikian juga dengan lamanya
perjanjian tergantung kepada perjanjian yang dibuat oleh lessor dan lessee
bervariasi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Sewa
juga dapat di definisikan sebagai suatu kontrak antara lessor (pemberi sewa) dengan lessee
(penyewa).Lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan
barang modal selama jangka waktu tertentu dengan suatu imbalan berkala dari lessee yang besarnya tergantung dari
perjanjian antara lessor dengan lessee.Lessee dapat diberikan hak opsi (operation right) untuk membeli barang modal tersebut pada akhir
masa kontrak. Dengan demikian hak milik atas barang modal tersebut tetap
menjadi milik lessee selama jangka
waktu kontrak lessee (Suandy Erly:2008).
Sewa
menurut PSAK No.30adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan kepadalessee
hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati.Sebagai
imbalannya, lessee melakukan
pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
Bragg
(2011:333) menjelaskan bahwasebuah sewa (lease)
adalah suatu perjanjian, dimana lessormenyetujui
untuk memberikan lessee untuk
menggunakan suatu asset untuk periode waktu yang dinyatakandalam pertukaran,
untuk sebuah atau lebih pembayaran.
Kieso
dan Weygandt (2002:91) menyatakan bahwa Lease
adalah suatu perjanjian kontraktual antaraseorang lessor dan seorang lessee
yang memberi hak kepada lesseeuntuk
menggunakan harta tertentuyangdimiliki oleh lessorselama
periode waktu tertentu dengan memberikan imbalan berupa pembayaran tunai
yangbiasanya periodik.
Berdasarkan
definisi-definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa unsur yang
terdapat dalam leasing yaitu :
1.
Lessor yaitu pihak yang menyediakan Aset atau barang-barang modal antara lain
perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari Departemen Keuangan.
2.
Lessee yaitu pihak yang menyewa Aset atau pihak-pihak yang membutuhkan
barang-barang modal.
3.
Objek
sewa yaitu barang-barang yang menjadi objek perjanjian leasing meliputi segala
macam barang modal mulai dari yang berteknologi tinggi hingga teknologi
menengah ataupun keperluan kantor.
4.
Pembayaran
secara berkala dalam jangka waktu tertentu yang biasa dilakukan setiap bulan,
setiap kuartal atau setengah tahun sekali.
5.
Nilai
sisa yang ditentukan sebelum perjanjian dimulai.
6.
Adanya
hak opsi bagi lessee pada akhir masa leasing dimana lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah ia ingin membeli
barang-barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau mengembalikan
kepada lessor.
7.
Lease term adalah suatu periode perjanjian sewa.
2.
KeunggulanSewa
Jika dibandingkan antara sewa dengan membeli
tunai melalui utang bank, maka sewa memiliki beberapa keuntungan sebagai
berikut (Kieso et al., 2011)
1. Pendanaan
100%.
Pembiayaan dengan sewa mencakup 100% atas nilai
aset, sedangkan pembiayaan melalui bank biasanya hanya mencakup 80% dari nilai
aset. Sehingga dengan pembiayaan bank, perusahaan harus mencari dana tambahan
sebesar 20% agar dapat membeli aset tersebut.
2. Tingkat
bunga tetap.
Walaupun tidak menutup kemungkinan tingkat
bunga sewa berfluktuatif, namun sebagian besar sewa menawarkan tingkat bunga
tetap sehingga pembayaran sewa juga tetap. Pembayaran sewa yang tetap lebih
memberikan kepastian pada pengelolaan arus kas masa depan perusahaan.
3. Perlindungan
terhadap keusangan.
Perjanjian sewa terkadang memberi opsi kepada
lessee (penyewa) untuk mengajukan
kepada lessor (pemberi sewa) untuk
mengganti aset sewaan yang sudah usang atau ketinggalan teknologi dengan aset
yang lebih baru.Hal ini menjalin lessee untuk mendapat aset dengan kondisi yang
baik dan terkini.
4. Fleksibel.
Perjanjian sewa lebih fleksibel dan tidak
seketat perjanjian pinjaman pada bank sehingga lebih menjangkau banyak kalangan
termasuk UKM.Lessor yang khusus berbisnis penyewaan, tentunya telah menyediakan
berbagai skema jangka waktu dan besaran cicilan yang diinginkan.
5. Bunga
lebih rendah.
Rata-rata tingkat bunga sewa (leasing) lebih
rendah dibandingkan suku bunga pinjaman bank. Hal ini akan menguntungkan lessee
karena mendapat pendanaan dengan biaya lebih rendah.
6. Keuntungan
pajak.
Dalam sewa pembiayaan, penyerahan aset sewaan
tidak dikenakan PPN dan lessee tidak memotong PPh 23 atas pembayaran sewa
kepada lessor.
7. Pembiayaan
off-balance sheet.
Dengan menyewa, memungkinkan bagi lessee
untuk tidak mengakui aset dan liabilitas sewaan di Laporan Posisi Keuangan
(Neraca), sehingga perusahaan dapat menghindari peningkatan leverage.Sedangkan pembelian yang
berasal dari pembiayaan bank, perusahaan tidak mungkin menghindari pengakuan
aset dan liabilitas yang timbul dari transaksi tersebut.
3.
Jenis
Jenis Sewa
Aturan yang mengatur kebijakan akuntansi
serta pengungkapan yang sesuai mengenai akuntansi sewa baik lessee maupun lessor dalam hubungannya dengan sewa pada awalnya diatur dalam PSAK
No.30. Dalam PSAK No.30 diatur mengenai klasifikasi yang dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Sewa
Operasi (Operating Lease)
Perlakuan
akuntansi atas sewa operasi adalah relatif sederhana, beban rental (rental expense) akan dibebankan ke laba
rugi saat pembayaran atau pada saat terutang. Atau pembayaran sewa dalam sewa
operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa kecuali terdapat
dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat
aset yang dinikmati pengguna.
Suatu
sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi (operating
lease) jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh manfaat dan
risiko kepemilikan aset. Sewa operasi dicatat sebagai perjanjian sewa, tanpa
pengalihan kepemilikan efektif yang berkaitan dengan sewa tersebut
Sewa
operasi (operating lease) Transaksi
sewa dikelompokkan ke dalam sewa operasi jika dalam perjanjian transaksi tidak
ada pengalihan manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor kepada pihak lessee. Misal transaksi sewa dimana pihak lessor menyewakan bangunan kantor kepada lessee selama 2 tahun. Umur ekonomis bangunan ditaksir selama 10
tahun.Dalam transaksi sewa ini, manfaat dan risiko kepemilikan aset berpindah
kepada pihak lessee dalam periode
yang tidak signifikan.
Akuntansi
Sewa Operasi Transaksi sewa operasi, lessor
tidak mengalihkan secara signifikan manfaat dan risiko kepemilikan aset kepada pihak
lessee.Dalam hal ini lessor tetap menahan manfaat dan risiko
kepemilikan aset tersebut.Sehingga lessorakan
tetap mengakui kepemilikan aset dan mencatat aset yang disewakan tersebut di
neraca lessor sebagai Properti Investasi.Penggunaan aset tersebut, Pihak lesseeakan mengakui pembayaransewa
sebagai “beban sewa” atau “sewa dibayar dimuka”.
2. Sewa
pembiayaan(finance lease)
Sewa
pembiayaan (finance lease) atau Capital lease Transaksi sewa
dikelompokkan dalam sewa pembiayaan jika transaksi sewa tersebut mengalihkan
manfaat dan risiko kepemilikan secara signifikan dari pihak lessor kepada pihak lessee. Misalnya jika transaksi sewa pada (contoh sewa operasi) di
atas, pihak lessee menyewa selama 10
tahun, maka selama umur ekonomis bangunan kantor tersebut dimanfaatkan oleh
pihak lessee. Maka lessee yang mendapatkan seluruh manfaat
dan risiko kepemilikan atas bangunan kantor tersebut. Transaksi sewa ini
mengalihkan manfaat dan risiko kepemilikan kepada pihak lessee.
Suatu
sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan atau sewa modal (finance lease atau capital lease) jika
sewa mengalihkan secara substansial seluruh manfaat (benefit) dan risiko (risk)
kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga
tidak dialihkan.Sewa pembiayaan dicatat seolah-olah perjanjian sewa mengalihkan
kepemilikan aset dari lessor kepada lessee.
Sewa
pembiayaan dianggap lebih mirip dengan pembelian dari pada penyewaan
aset.Konsekuensinya, akuntansi untuk sewa pembiayaan oleh lesseememerlukan pencatatan yang serupa dengan pembelian sebuah
aset dengan kredit jangka panjang.Dengan demikian, pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai
aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar “nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa
minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar”.Tingkat diskonto
yang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah
tingkat suku bunga implisit (implicit
interest rate) dalam sewa, jika dapat ditentukan secara praktis; jika
tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental (incremental borrowing rate) lessee.
Ø Kriteria
Sewa Pembiayaan
Suatu transaksi yang secara substansi mengalih resiko dan manfaat yang
terkait dengan kepemilikan suatu aset, biasanya memenuhi salah satu atau
beberapa situasi berikut ini :
a.
Perjanjian sewa menyatakan adanya pengalihan
kepemilikan aset kepada lessee pada akhir
masa sewa. Pengalihan
kepemilikan menyebabkan seluruh resiko dan manfaat terkait kepemilikan aset
juga beralih kepada lessee.
b.
Lessee
memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup
rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan,
sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan. Jika harga opsi yang ditawarkan lebih
tinggi dari estimasi nilai wajar aset pada akhir masa sewa, maka kecil
kemungkinan akan dilaksanakan oleh lessee
atau kecil kemungkinan terjadi pengalihan kepemilikan atas aset di akhir
masa sewa.
c.
Masa sewa mencakup sebagian besar unsur
ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan. Masa sewa adalah periode yang tidak dapat
dibatalkan yang telah disepakati oleh lessee
untuk menyewa suatu aset. Sedangkan umur ekonomis adalah periode suatu aset
secara ekonomis dapat digunakan oleh satu atau lebih pengguna. Jika masa sewa
mencakup sebagian besar umur ekonomis, maka dapat diperkirakan seluruh resiko
dan manfaat terkait kepemilikan aset juga beralih kepada lessee. PSAK 30 (Revisi 2011) tidak mengatur batasan pasti atas
“sebagian besar”, namun pada prinsipnya dengan periode sewa yang ada, kecil
kemungkinan aset tersebut secara ekonomis dapat disewakan lagi oleh lessor kepada pihak lain.
d.
Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah
pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan. Pembayaran sewa minimum adalah pembayaran
selasa masa sewa yang harus dibayar oleh lessee
yang tidak meliputi rental kontinjen, biaya jasa dan pajak yang dipungut oleh lessor. Jika nilai kini dari jumlah
pembayaran sewa minimum mendekati nilai wajar aset sewaan, maka lessee dianggap telah membeli manfaat
sekaligus risiko atas aset dalam jumlah yang hampir sama dengan nilai aset,
sehingga diperkirakan seluruh resiko dan manfaat terkait kepemilikan aset akan
beralih kepada lessee. Selain
itu,jika nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum mendekati nilai wajar
aset sewaan, biasanya masa sewa juga relatif lebih panjang mendekati umur
ekonomis asetnya.
e.
Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat mengunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material.
Jika hanya lessee yang dapat
menggunakan aset tersebut tanpa modifikasi secara material, maka lessee memiliki posisi tawar yang lebih
tinggi dan lessor tidak memiliki
pilihan lain dalam menyewakan asetnya, sehingga diperkirakan seluruh resiko dan
manfaat terkait kepemilikan aset akan beralih kepada lessee.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sekuritas Dilutif yang dimana merupakan surat
berharga yang dapat dikonversikan menjadi saham biasa sehingga pada saat
dikonversikan akan memengaruhi jumlah saham yang beredar dan berdampak pada
penurunan nilai Laba Per Saham atau terdilusi.
2.
Investasi adalah penanaman modal yang
dilakukan oleh investor, baik investor luar negeri (asing) maupun dalam negeri
(domesik) dalam berbagai bidang usaha
yang terbuka untuk invetasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
3.
Pendapatan
merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan
usaha dalam suatu periode tertentu.
4.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau
PPh 25 adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan
atau badan hukum lainnya.
5.
Imbalan Kerja menurut PSAK 24 adalah
seluruhbentuk pemberian dari entitas atas jasa yang diberikan oleh pekerja.
PSAK 24 (Revisi2010) ini mulai berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012.
6.
Sewa
yaitu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yaitu lessor (pemberi sewa) dan lessee
(penyewa) dimana dalam perjanjian tersebut pihak lessor memberikan atau
mengalihkan hak guna atau hak pakai atas Aset yang dimilikinya baik itu berupa
tanah, kendaraan, peralatan maupun Aset lainya yang dapat disusutkan selama
beberapa periode tertentu kepada pihak lessee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar